• Anak Merupakan Amanah Dari Allah


    Assalamu’alaikum Warrahmatullah , Sahabat fillah. Tentu banyak di antara kita yang pernah dititipi sesuatu oleh orang lain. Amanah tersebut mestinya akan kita jaga sebaik-baiknya. Terlebih jika titipan tersebut adalah barang yang amat berharga, dan orang yang menitipkannya kepada kita adalah orang terhormat.


    Namun, ada satu amanah yang sangat istimewa, dan yang menitipkannya kepada kita pun, Dzat yang amat mulia, tetapi justru malah seringkali kita menyia-nyiakannya. Titipan yang tak semua orang mendapat kehormatan untuk mengembannya. Amanah tersebut tak lain adalah anak.

    Bayi yang Allah anugerahkan kepada kita bagaikan mutiara yang masih berada dalam cangkangnya. Masih terjaga dari jamahan tangan-tangan luar. Hatinya masih suci, ibarat selembar kertas putih, tanpa goresan apalagi ukiran. Setelah itu sedikit demi sedikit, kepribadian dan perilaku anak terbentuk, sesuai dengan apa yang dilihat di komunitas terdekatnya. Yakni di dalam rumah dan lingkungannya.

    “Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi”. HR. Bukhari - Muslim 

    Itulah masa keemasan yang tak boleh disia-siakan. Kesalihan anak bukanlah hadiah gratis yang turun dari langit begitu saja. Namun membutuhkan usaha dan perjuangan dari orang tua.

    Tanggung jawab kita terhadap anak bukan sekedar memberinya makan kenyang, pakaian bagus ataupun rumah lapang. Tetapi tanggung jawab yang lebih berat adalah memberikan pendidikan terbaik bagi mereka dan menyelamatkan mereka dari azab Allah. [Lihat: QS. At-Tahrim : 6].

    Allah pasti akan meminta pertanggungjawaban kita atas amanah ini. Dalam hadits disebutkan:

    “Setiap kalian adalah pemimpin dan semua akan ditanya tentang bawahannya … Lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan dia akan ditanya tentang mereka. Wanita merupakan penanggungjawab di rumah suaminya serta bagi anaknya, dan dia akan ditanya tentang mereka.” HR. Bukhari dan Muslim.


    Memang tugas dan tanggung jawab ini taklah ringan. Ujian dan rintangan mungkin muncul silih berganti. Rasa letih dan bosan kadang datang mendera. Sementara syaithan terus membuat makar dan tipu daya untuk mematahkan semangat kita. Sekaligus mengompori sifat keluh kesah, yang memang merupakan tabiat dasar manusia. [Baca: QS. Al-Ma’arij : 19].

    Namun, tipu daya tersebut tentu harus dilawan! Jauhilah sifat keluh kesah sebisa mungkin. Sebab keluh kesah hanya akan membawa kerugian. Kerana, sekecil apapun tugas dan tanggung jawab, bila disikapi dengan keluh kesah, amarah dan perasaan tak ikhlas, maka tugas ringan akan menjadi beban berat. Lebih rugi lagi, kerana hati tak ikhlas, akibatnya pahala gagal diraih. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.

    Sebaliknya, jika tanggung jawab ini dipikul dengan penuh keikhlasan, niscaya akan membawa kebaikan. Sebab, seberat apapun tugas dan tanggung jawab, bila dilakukan dengan penuh keikhlasan, kegembiraan dan harapan, maka tugas berat akan terasa ringan. Lebih dari itu, berkat keikhlasan hati, semua jerih payah dan setiap tetesan keringat, akan bernilai pahala di sisi-Nya. Inilah keberuntungan di atas keberuntungan. Di dunia, pekerjaan terasa nikmat dan bisa mencicipi buah manis kebaktian anak. Sedangkan di akhirat, maka insyaAllah akan menuai limpahan pahala. Allahumma Aamiin…

    Semoga Bermanfaat , Wassalamu’alaikum Warrahmatullah
    Vian Atzu

  • 0 komentar:

    Posting Komentar