Assalamu’alaikum warrahmatullah, sahabat fillah meneruskan tulisan
sebelum-nya - Baca Disini – saya akan men-share dengan
tema Perayaan Tahun Baru Perayaan Dosa Baru Part 2 – Jangan Latah Ikutan Heboh
Sahabat fillah, Merayakan tahun baru tak sama sekali diajarkan dalam Islam.
Apalagi dengan cara-cara yang berbumbu maksiat. Itu artinya, perayaan tahun
baru adalah budaya khas di luar Islam. Bukan berasal dari Islam!
Umat Islam oleh Rasulullah saw tak diajarkan sama sekali
menyambut tahun baru. Tak sama sekali. Dan penentuan dan
penanggalan tahun hijriah sendiri jauh setelah Rasulullah saw. wafat. Dan para
sahabat pun tak pernah merayakannya.
Kita menilik yu kesejarah awal perhitungan tahun yang didasarkan peristiwa
Hijrah dimulai pada tahun 17 Hijriyah (H), atau 7 tahun sesudah wafatnya Nabi
Muhammad saw. Tepatnya, terjadi waktu zaman pemerintahan Khalifah Umar ibn Khatthab.
Menurut salah satu riwayat, yang mendorong perhitungan tahun ini adalah
adanya surat dari Abu Musa al-Asyari, amir alias gubernur di Basrah kepada
Khalifah Umar ibn Khattab, bahwa ia menerima surat dari Khalifah yang
tak bertarikh tahun dan hal ini menimbulkan kesulitan.
Pada pembahasan mengenai soal perhitungan tahun tersebut, terdapat beberapa
alternatif yang muncul. Ada yang menawarkan tahun kelahiran Rasulullah saw,
tarikh kebangkitannya menjadi Rasul saw, dan ada pula yang manawarkan
patokannya berdasarkan tahun wafat Nabi saw.
Diperoleh keterangan, Dr. Hasan Ibrahim Hasan dalam Zu’amaul
Islam (1953) pernah melukiskan, bahwa pada suatu hari Khalifah Umar ibn Khattab
memanggil dewan permusyawaratan untuk membicarakan perihal sistem penanggalan.
Dalam kesempatan itu, Ali bin Ali Thalib mengusulkan agar penanggalan Islam
dimulai sejak peristiwa hijrah ke Madinah sebagai momentum saat ditinggalkannya
bumi musyrik.
Usulan itu diterima sidang. Khalifah Umar pun menerima keputusan dan
mengumumkan berlakunya Tahun Hijriyah. Sebenarnya, Hijrah Nabi sendiri pada
Kamis akhir bulan Safar, dan keluar dari tempat persembunyiannya di Gua Thur
pada awal bulan Rabiul Awal, yaitu Senin 13 September tahun 622 Masehi. Tetapi
Umar serta sahabat-sahabatnya setuju memulai tarikh Hijrah dari bulan Muharram
tahun itu karena Muharram merupakan bulan yang mula-mula Nabi berencana
berhijrah dan bulan selesainya mengerjakan ibadah haji.
Jadi tak ada keterangan bahwa Nabi saw mengajarkan
perayaan tahun baru hijriah sekalipun, apalagi menganjurkan untuk merayakan
tahun baru masehi. Kitanya sahaja yang latah ama budaya selain
Islam.Sekadar sahabat tahu, perayaan tahun baru ini adalah biasa
dilakukan oleh umat agama lain. Misalnya kaum Yahudi, mereka juga punya tahun
baru dalam penanggalan mereka. Nah, setiap mereka masuk tahun baru Ros Sahanah,
seluruh umat mereka di masa lalu menyambutnya dengan pawai keliling kota sambil
meniup terompet dan pesta semalam suntuk!
Terus, orang-orang Cina biasa merayakan tahun baru Imlek. Di masa lalu,
mereka berharap kepada dewa mereka keberkahan, kerana dalam mitos Cina biasanya jika tahun
baru mereka, selain kebaikan ada juga kejahatan yang dibawa setan. Itu
sebabnya, mereka wajib menyalakan petasan atau minimal nyala api
(kini dimodifikasi dengan kembang api) sebagai simbol untuk mengusir setan.Jadi jika kita
merayakan tahun baru, apalagi tahun baru masehi, maka itu jatuhnya maksiat.
Jangan sampe kita latah ikutan heboh dengan budaya kaum di luar Islam. Apalagi
kalo itu berkaitan erat dengan prosesi keagamaan mereka.
Firman Allah :
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu,” (QS al-Furqan: 72)
Cuma sayangnya, dengan penanggalan tahun masehi (menurut aturan Nashrani)
yang digunakan secara internasional, kita jadi merasa lebih dekat banget dengan
budayanya. Seolah-olah hal yang biasa. Maka dalam merayakannya pun kita yakin
deh, bahwa teman-teman tuh nggak ngerti silsilahnya, kita ajak supaya mau
meninggalkan budaya nggak bener ini. Jangan sampe temen-temen tersesat kian
jauh dari Islam.
Firman Allah :
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS al-An’aam : 116]
Aduh lumayan banyak juga yua ,, klo dibahas semua pasti panjang, untuk
sementera sampai disini sahja dulu yua sahabat ,Untuk kelanjutannya silakan Baca Disini.
Semoga Bermamfaat
Vian
Atzu
vian-atzu.blogspot.co.id
0 komentar:
Posting Komentar