Menggugurkan
kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”.
Aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir
selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya
adalah kelahiran prematur.
Mengenai hukum
aborsi, secara ringkas dibahas dalam bahasan sederhana berikut ini.
Untuk
memahami hukum aborsi, terlebih dahulu kita memperhatikan fase-fase janin dalam
kandungan sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud
berikut ini:
“Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari (berupa nutfah), kemudian menjadi ‘alaqoh (segumpal darah) selama itu juga, lalu menjadi mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk mencatat empat perkara: amal, ajal, rizki, celaka atau bahagia. Lalu ditiupkan ruh.” (Muttafaqun ‘alaih)
Mengenai
hukum aborsi dapat dirinci sebagai berikut:
Jika
setelah ruh ditiupkan, tak dibolehkan melakukan aborsi tanpa ada khilaf
(perselisihan) antara para ulama. Adapun sebelum itu (sebelum ditiupkan ruh),
ada perselisihan di antara para ulama. Jumhur (mayoritas) ulama berpandangan
haram. Sebagian ulama berpandangan makruh. Sebagian lagi boleh jika ada udzur.
Bahkan ada yang membolehkan secara mutlak.
Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan dalam fatawanya:
Mengenai
masalah aborsi perlu dirinci karena permasalahannya adalah masalah yang pelik.
Rinciannya, jika pada 40 hari pertama (terbentuknya nutfah), hal itu lebih
lapang bila memang dibutuhkan ditempuh jalan aborsi. Misalnya dalam keadaan si
wanita masih memiliki bayi yang masih kecil yang perlu diasuh dengan baik dan
sangat sulit merawatnya dalam keadaan hamil. Atau bisa pula keadaannya dalam
keadaan sakit yang sangat memberatkan jika hamil. Kondisi-kondisi semisal ini
membolehkan untuk aborsi pada 40 hari pertama (saat masih terbentuk nutfah).
Untuk
40 hari berikutnya ketika telah terbentuk ‘alaqoh (segumpal darah)
dan mudghoh (segumpal daging), aborsi saat itu lebih berat hukumnya.
Boleh menggugurkan kandungan saat itu jika memang benar-benar ada udzur seperti
adanya penyakit berat dan telah ada keputusan dari dokter spesialis (kandungan)
bahwa bisa menimbulkan bahaya besar jika tetap hamil. Kondisi seperti ini
membolehkan adanya pengguguran kandungan karena khawatir dapat menimbulkan
bahaya lebih besar.
Adapun
setelah ditiupkannya ruh yaitu setelah empat bulan, maka tak boleh melakukan
aborsi sama sekali. Bahkan wajib bersabar sampai bayi tersebut lahir.
Dikecualikan jika ada keputusan dari para dokter spesialis (kandungan) yang
terpercaya (bukan hanya satu dokter) bahwa jika tetap tidak digugurkan, maka
dapat membunuh ibunya, untuk kondisi satu ini tidak mengapa jika ditempuh jalan
untuk melakukan aborsi karena khawatir adanya kematian sang ibu. Hidupnya ibu
saat itu lebih utama. Namun sekali lagi, hal ini boleh dilakukan jika sudah ada
keputusan dari para dokter yang kredibel (bukan hanya satu) yaitu bila
tetap hamil malah bisa berujung kematian sang ibu. Jika memang terpenuhi syarat
tersebut, maka tak mengapa ditempuh jalan aborsi insya Allah.
Demikian
di antara beberapa fatwa ulama yang bisa mewakili Hukum Aborsi. Moga bermanfaat
bagi mereka yang membutuhkan ilmu ini. Allahu a’lam.
Semoga Bermamfaat
Vian Atzu
0 komentar:
Posting Komentar