Kisah Cinta Seorang Wanita Bernama Nisa #Part4
"Laki-laki (suami ) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. maka perempuan-perempuan yang sholeh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka..."(QS an -Nisa :34)
Tanpa di sadari kini sudah setengah tahun aku bergelar
sebagai istri namun sampai saat ini aku belum benar-benar menjadi seorang
istri, aku belum bisa menjalankan peranku dengan baik. Tidak ku pungkiri Hamdan
begitu baik, perhatian, dan dia tak pernah menuntut apapun dariku, dia selalu
memenuhi kebutuhanku.
Nafkah darinya selalu ku dapat.sampai suatu hari hanya karena aku demam dia rela untuk tidak masuk kerja, dia lebih rela menjagaku, ia amat sabar dengan ulahku yang manja dan kekanak-kekanakan. Namun entah kenapa sikap ku kepadanya masih saja dingin,aku masih belum bisa mencintainya, egoisku masih begitu besar.
Nafkah darinya selalu ku dapat.sampai suatu hari hanya karena aku demam dia rela untuk tidak masuk kerja, dia lebih rela menjagaku, ia amat sabar dengan ulahku yang manja dan kekanak-kekanakan. Namun entah kenapa sikap ku kepadanya masih saja dingin,aku masih belum bisa mencintainya, egoisku masih begitu besar.
Aku masih tidak mau mengakui kalau aku mulai
mengaguminya. Aku tidak mau mengakui kalau benih-benih cinta untuknya mulai
tumbuh di hatiku. Selama enam bulan pernikahanku, aku belum pernah di sentuh
oleh suamiku.meskipun kami tinggal serumah kami jarang berkomunikasi, kami
lebih sibuk dengan aktifitas masing-masing. Hamdan lebih suka menghabiskan
waktunya di kamarnya begitu juga dengan diriku, meskipun sekali-kali kita
sarapan dan juga makan malam bersama.
Malam ini tidak seperti malam biasanya Hamdan sampai larut malam belum juga sampai kerumah, aku di buat cemas olehnya, berulang kali aku telphone ke hp nya namun tidak juga aktif.aku telpon ke tempat kerjanya tak ada jawaban. Aku tak tau mengapa aku begitu khawatir padanya, aku takut terjadi apa-apa padanya, sampai apapun yang aku lakukan selalu serba salah, aku sendiri dalam Kegelisahan.yang ada dalam pikiranku hanya dia..iya hanya dia suamiku.
Malam ini tidak seperti malam biasanya Hamdan sampai larut malam belum juga sampai kerumah, aku di buat cemas olehnya, berulang kali aku telphone ke hp nya namun tidak juga aktif.aku telpon ke tempat kerjanya tak ada jawaban. Aku tak tau mengapa aku begitu khawatir padanya, aku takut terjadi apa-apa padanya, sampai apapun yang aku lakukan selalu serba salah, aku sendiri dalam Kegelisahan.yang ada dalam pikiranku hanya dia..iya hanya dia suamiku.
Entah
mengapa malam ini rasa kantuk itu hilang begitu saja, keletihan seakan-akan
sirna yang ada saat ini adalah keinginan untuk melihatnya, melihat wajahnya,
melihat senyumnya, dan mendengar suaranya, saat itu juga aku berjanji pada
diriku sendiri kalau aku tidak akan pernah menyia-nyiakannya, begitu dia pulang
nanti aku akan bilang kepadanya kalau aku mencintainya. Aku ingin menjadi ibu
dari anak-anaknya.
Entah apa yang membuatku ingin masuk kekamarnya. Semenjak aku hidup bersama dengannya aku belum pernah masuk kekamarnya. Rasa rindu kepada-nyalah yg mangantarkan aku memasukinya, aku mengamati kamar nya dari sudut ke sudut, tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah buku berwarna hitam yang bergeletak di atas meja kerjanya. Ku ambil buku itu ku pandangi sekilas karena semakin penasaran dengan isinya aku pun memberanikan diri untuk membukanya. Aku baca lembar demi lembar. Tak terasa airmataku mengalir saat ku baca tulisan itu. Aku tersadar akan sifat ku selama ini. Ternyata selama ini suamiku begitu tersiksa karena ulahku
Entah apa yang membuatku ingin masuk kekamarnya. Semenjak aku hidup bersama dengannya aku belum pernah masuk kekamarnya. Rasa rindu kepada-nyalah yg mangantarkan aku memasukinya, aku mengamati kamar nya dari sudut ke sudut, tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah buku berwarna hitam yang bergeletak di atas meja kerjanya. Ku ambil buku itu ku pandangi sekilas karena semakin penasaran dengan isinya aku pun memberanikan diri untuk membukanya. Aku baca lembar demi lembar. Tak terasa airmataku mengalir saat ku baca tulisan itu. Aku tersadar akan sifat ku selama ini. Ternyata selama ini suamiku begitu tersiksa karena ulahku
"...Allah telah menganugerahkan padaku istri yang begitu sempurna, dia cantik, dan pintar, laki-laki mana yang tidak bahagia mendapatkannya, saat pertama kali melihatnya aku sudah menyukainya, meskipun saat ini aku belum bisa mendapatkan cintanya.. Namun aku yakin suatu saat dengan berjalannya waktu dia akan mencintaiku, Begitu rindunya diri ini menyentuhnya, membelai rambut indahnya. Entah kapan itu terjadi tapi yang pasti suatu saat nanti cintanya akan aku dapatkan. Sehingga kami akan saling mencintai hingga anak cucu kami..".
Sekitar pukul 01.00 terdengar pintu depan terbuka, aku yang saat itu masih
duduk di sofa ruang depan segera berlari kearahnya dan langsung memeluknya.
hamdan begitu terkejut dengan reaksiku, dia masih berdiri di depan pintu diam
tanpa kata. air mataku menetes, aku menangis dalam pelukannya. Kini tangan
hamdan membelai kepalaku dengan lembut sangat lembut. Seakan-akan dia takut
kalau aku menolaknya.
"Nisa, apakah arti pelukan ini?" Tanyanya dengan suara lirih
Aku tidak menjawab pertanyaanya, yang ada aku malah mempererat pelukanku dan airmataku semakin deras mengalir sehingga membasahi dadanya. Tak ada kata yang teucap, kami bak dua insan manusia yang saling mencintai yang sudah lama tidak bertemu, hati kami saling berbicara, menyalurkan kerinduan yang ada. Aku merasa damai dalam pelukannya,
"Bang, Nisa minta maaf karena selama ini Nisa belum bisa menjadi istri yang baik untuk abang, Nisa tidak menjalankan tanggung jawab Nisa sebagai istri abang, Nisa tidak melayani abang dengan baik, maafkan Nisa Bang, betapa nisa selama ini mendurhakai suami Nisa sendiri. Suami yang harusnya di hormati dan di taati. Nisa begitu berdosa kepada abang dan juga kepada Allah, Nisa hampir mengesampingkan aturan Allah. Abang, nisa mohon maafkan Nisa. Nisa mau melakukan apa saja asal abang memaafkan Nisa. Dan nisa pun sudi kalau nisa suruh cium kaki abang asal abang Ridho dan mau memaafkan kesalahan-kesalahan Nisa. Ucap Nisa masih dalam tangisnya."
Tak ada jawaban dari mulut Hamdan, hanya detak jantungnya yang tidak beraturan terdengar keras di telingaku.
"Nisa, apakah arti pelukan ini?" Tanyanya dengan suara lirih
Aku tidak menjawab pertanyaanya, yang ada aku malah mempererat pelukanku dan airmataku semakin deras mengalir sehingga membasahi dadanya. Tak ada kata yang teucap, kami bak dua insan manusia yang saling mencintai yang sudah lama tidak bertemu, hati kami saling berbicara, menyalurkan kerinduan yang ada. Aku merasa damai dalam pelukannya,
"Bang, Nisa minta maaf karena selama ini Nisa belum bisa menjadi istri yang baik untuk abang, Nisa tidak menjalankan tanggung jawab Nisa sebagai istri abang, Nisa tidak melayani abang dengan baik, maafkan Nisa Bang, betapa nisa selama ini mendurhakai suami Nisa sendiri. Suami yang harusnya di hormati dan di taati. Nisa begitu berdosa kepada abang dan juga kepada Allah, Nisa hampir mengesampingkan aturan Allah. Abang, nisa mohon maafkan Nisa. Nisa mau melakukan apa saja asal abang memaafkan Nisa. Dan nisa pun sudi kalau nisa suruh cium kaki abang asal abang Ridho dan mau memaafkan kesalahan-kesalahan Nisa. Ucap Nisa masih dalam tangisnya."
Tak ada jawaban dari mulut Hamdan, hanya detak jantungnya yang tidak beraturan terdengar keras di telingaku.
"Nisa coba tatap mata abang, " Nisa pun melepaskan pelukannya dan
memberanikan diri menatap mata hamdan ini kali pertamanya Nisa melakukan itu,
dalam hatinya ia tidak memungkiri betapa indah mata suaminya.
"Apakah Nisa lihat ada sorot mata kebencian dari mata abang? Apakah Nisa lihat di mata abang cinta yang besar untuk Nisa, perlu Nisa tau Abang begitu mencintai Nisa begitu cintanya abang ke nisa abang tidak mau kalau hati Nisa tersakiti. Telah kupendam rasa rindu ini untuk Nisa. Berharap suatu saat Nisa akan menerima abang sebagai suami Nisa tanpa ada paksaan. Setiap bait-bait doa yang abang panjatkan kepada Allah salah satunya adalah agar nisa mau membuka hati untuk Abang. Dan abang yakin suatu saat Allah akan mengabulkan doa abang."
"Apakah Nisa lihat ada sorot mata kebencian dari mata abang? Apakah Nisa lihat di mata abang cinta yang besar untuk Nisa, perlu Nisa tau Abang begitu mencintai Nisa begitu cintanya abang ke nisa abang tidak mau kalau hati Nisa tersakiti. Telah kupendam rasa rindu ini untuk Nisa. Berharap suatu saat Nisa akan menerima abang sebagai suami Nisa tanpa ada paksaan. Setiap bait-bait doa yang abang panjatkan kepada Allah salah satunya adalah agar nisa mau membuka hati untuk Abang. Dan abang yakin suatu saat Allah akan mengabulkan doa abang."
Mendengar kata-kata yang terucap dari mulutnya airmataku semakin deras mengalir diri ini semakin merasa bersalah. Betapa ruginya diri ku telah menyia-nyiakan seorang suami yang begitu baik, yang tak ada celah kekurangan sedikitpun."
"Nisa kini abang minta ucapkan kata itu untuk abang, ucapkan kalau Nisa mencintai abang, ucapkan kalau Nisa mau menjadi ibu untuk anak abang." Pinta Hamdan
"Iya Bang Nisa mencintai abang, Nisa ingin hidup selamanya bersama abang dalam suka dan duka dan Nisa siap menjadi Ibu dari anak-anak abang."
Udara yang dingin, bulan dan bintang yang bersinar terang kini menjadi saksi akan cinta kami, mereka seakan-akan iri akan kebahagiaan kami. Kini cinta itu telah berirama indah. Dengan irama tasbih yang bermuara kepada cinta-Nya.
********** Selesai **********
Ma sya Allah begitu indah bait bait tulisan dan ceritanya ..
BalasHapusTerima kasih sudah membolehkan share . aku share ke WA .
( Urifah Muchsin ).