Kisah Cinta Seorang Wanita Bernama Nisa #Part2
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram." (QS ar-Ra'd : 28)
Mentari duha bersinar begitu indah, kehangatannya mampu
mengusir rasa kantuk yang tersisa, embun-embun di dedaunan nampak indah bak
mutiara yang bersinar. Seminggu sudah berlewatkan dari peristiwa itu , hati ini
sudah sedikit ikhlas menerima kenyataan yang ada. Dalam waktu satu minggu ini
aku merenung memikirkan setiap kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidupku.
Tak ada hal kebetulan semua pasti sudah ada yang mengatur. Dan tidak akan ada
yang sia-sia dalam pengaturannya.
Liburan panjang sekolah puntelah usai. Hari ini adalah hari pertama aku mulai
mengajar kembali. Berbagi ilmu untuk anak bangsa dengan harapan suatu saat anak-anak bangsa lahir
menjadi anak-anak yang cerdas bukan hanya cerdas dalam urusan dunianya namun
juga urusan akhiratnya.
Jarak antara rumah dan tempat aku mengajar tidak begitu jauh, sehingga aku
lebih memilih berjalan kaki, di samping bisa menyehatkan badan aku juga bisa
menghirup udara pagi yang segar lebih lama. Dan setiap langkah kaki yang
terayun aku gunakan untuk berdzikir kepada-Nya dengan harapan setiap langkah
yang aku ayunkan menjadi pahala.
"Assalamu'alaikum Ibu Nisa,". Terdengar suara orang menyapaku, suara yang tak asing di telingaku..suara itu..ya aku kenal suara itu. Bisikku lirih.Suara seseorang yang selama ini aku rindu, aku pasti tidak salah dengar itu emang suara Hafiz tapi mana mungkin dia ada disini bukankah dia masih di Malaysia menyelesaikan S2 nya.
Ku palingkan wajahku kebelakang untuk memastikan siapa gerangan yang berucap salam padaku belum sempat aku membalas salamnya, aku melihat senyumnya. Sebuah senyuman yang mampu meluluhkan hatiku, yang membuat jantungku berdetak lebih kencang dan seakan-akan aliran darahku berhenti mengalir. Sebuah moment yang tidak pernah aku duga sebelumnya akan bertemu dengannya di sekolah ini.
Emang tidak mustahil jika dia berada di tempat ini. Selain dia anak pak kepala sekolah, dulu dia termasuk salah satu pengajar di sekolah ini. Namun kehadirannya saat ini tidak aku duga sama sekali. Dan mengapa dia harus datang lagi, disaat aku mulai bisa melupakannya. Disaat aku mulai bisa mengikis namanya kini dia muncul lagi di hadapanku. Kedatangannya pasti akan membuatku bertambah sulit untuk melupakannya
"Assalamu'alaikum Ibu Nisa,". Terdengar suara orang menyapaku, suara yang tak asing di telingaku..suara itu..ya aku kenal suara itu. Bisikku lirih.Suara seseorang yang selama ini aku rindu, aku pasti tidak salah dengar itu emang suara Hafiz tapi mana mungkin dia ada disini bukankah dia masih di Malaysia menyelesaikan S2 nya.
Ku palingkan wajahku kebelakang untuk memastikan siapa gerangan yang berucap salam padaku belum sempat aku membalas salamnya, aku melihat senyumnya. Sebuah senyuman yang mampu meluluhkan hatiku, yang membuat jantungku berdetak lebih kencang dan seakan-akan aliran darahku berhenti mengalir. Sebuah moment yang tidak pernah aku duga sebelumnya akan bertemu dengannya di sekolah ini.
Emang tidak mustahil jika dia berada di tempat ini. Selain dia anak pak kepala sekolah, dulu dia termasuk salah satu pengajar di sekolah ini. Namun kehadirannya saat ini tidak aku duga sama sekali. Dan mengapa dia harus datang lagi, disaat aku mulai bisa melupakannya. Disaat aku mulai bisa mengikis namanya kini dia muncul lagi di hadapanku. Kedatangannya pasti akan membuatku bertambah sulit untuk melupakannya
"Nisa kenapa bengong gitu kayak lihat syetan aja, " tegurnya begitu
melihat aku bengong tanpa ekpresi dan tanpa balasan salam.
Aku tersipu menahan malu, aku tak tahu mau berkata apa padanya. Aku bak patung yang bernyawa di hadapannya. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan, aku takut jika nanti aku salah berucap karena terlalu banyak pertanyaan-pertanyaan yang tak ada jawabannya bermain di otakku.Melihatku diam tanpa kata Hafiz pun mencoba mencairkan keadaan.
"Nis, selamat yah. Aku dengar dari ayah, Nisa sudah tunangan, ternyata aku datang terlambat, semoga Nisa kelak bisa bahagia dengan pendamping hidup Nisa.
Setelah berucap demikan Hafiz meninggalkanku sendirian di dalam kebisu-an ku, lagi-lagi aku seperti patung tak bernyawa. Tak terasa butiran-butiran permata mengalir dari kedua bola mataku, aku tak tahu mengapa aku menangis, aku tak tahu untuk apa tangisan ini yang pasti aku sedih mendengar pernyataannya. Mengapa harus sekarang dia datang padaku, setelah ada orang lain yang meminangku kenapa tidak dari dulu. Ternyata selama ini cintaku padanya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun semua sudah terlambat, aku sudah bertunangan dan dalam hitungan bulan aku akan melaksanakan resepsi pernikahan.
Hafiz adalah senior aku saat aku duduk di bangku kuliah, aku mengenalnya saat aku ikut kegiatan Rohis di kampus, dia-lah yang menjadi ketua Rohis. saat itu aku ada tugas dari dosen ku untuk membuat makalah tentang kegiatan-kegiatan anak Rohis. Dari situlah aku mengenalnya, pembawaannya yg supel, ramah dan tingkahlakunya yang sopan membuat aku menaruh hati padanya secara diam-diam. Dan belakangan baru aku tahu kalau rumahnya tidak jauh dari tempat tinggalku dan ayahnya adalah guru ngajiku
Setelah aku menyelesaikan perkuliahanku, aku di minta oleh ayahnya untuk mengabdi dimadrasan yang beliau pimpin. Aku pun langsung menerimanya karena cita-citaku dari dulu adalah ingin menjadi seorang guru, ternyata Hafiz juga mengajar dimadrasah itu. Benih-benih cinta ini semakin tumbuh subur apalagi setiap hari aku selalu bertemu dengannya. Namun setahun yang lalu dia pergi ke negeri jiran untuk melanjutkan S2, kepergiannya membuat aku merasa kehilangan. Dia pergi tanpa pesan dari saat itulah aku merasa kalau cintaku tidak akan pernah menjadi realita
Suasana kelas yang sepi seakan menjadi saksi bisu, hanya bangku dan kursi yang berderet rapi yang menjadi teman diri. Semua anak didik sudah tiada lagi, semua guru pun sudah pulang kerumah masing-masing untuk berkumpul dengan anak dan istri. Tinggal aku sendirian di dalam ruangan itu. aku merasa amat enggan untuk pulang ke rumah. Kaki ini rasanya tak kuasa untuk berdiri, jiwa ini rasanya tidak bersemangat untuk meniti hari.
Suara Adzan berkumandang begitu indah dari surau samping madrasah. Aku tersadar dari lamunanku, tak terasa sudah hampir satu jam aku duduk sendirian . Aku pun beranjak pergi meninggalkan ruangan dan bergegas ke surau guna melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu mengerjakan sholat fardhu. Surau nampak sepi tak ada jama'ah perempuan selain aku. Aku masih sempat berjama'ah meskipun hanya sebagai jama'ah masbuk.
Seusai sholat hati ini seakan-akan damai, gundah di hati mulai menghilang, perasaan yang berkecamuk di dalam hati mulai sirna.ingin rasanya aku duduk berlama-lama berdua- duaan dengan Rabbku, ingin ku adukan segala resah dan gundahku pada-Nya, meskipun tanpa aku kasih tahu pun Allah sudah tahu semuanya.hanya kepada Allah-lah tempat aku mengadu, tempat aku merintih,hanya DIA-lah tempat curhat yang terbaik. Ku angkat tanganku dan ku tengadahkan wajahku di hadapan-Nya. Dari mulutku keluar bait-baik doa yang indah.
Aku tersipu menahan malu, aku tak tahu mau berkata apa padanya. Aku bak patung yang bernyawa di hadapannya. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan, aku takut jika nanti aku salah berucap karena terlalu banyak pertanyaan-pertanyaan yang tak ada jawabannya bermain di otakku.Melihatku diam tanpa kata Hafiz pun mencoba mencairkan keadaan.
"Nis, selamat yah. Aku dengar dari ayah, Nisa sudah tunangan, ternyata aku datang terlambat, semoga Nisa kelak bisa bahagia dengan pendamping hidup Nisa.
Setelah berucap demikan Hafiz meninggalkanku sendirian di dalam kebisu-an ku, lagi-lagi aku seperti patung tak bernyawa. Tak terasa butiran-butiran permata mengalir dari kedua bola mataku, aku tak tahu mengapa aku menangis, aku tak tahu untuk apa tangisan ini yang pasti aku sedih mendengar pernyataannya. Mengapa harus sekarang dia datang padaku, setelah ada orang lain yang meminangku kenapa tidak dari dulu. Ternyata selama ini cintaku padanya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun semua sudah terlambat, aku sudah bertunangan dan dalam hitungan bulan aku akan melaksanakan resepsi pernikahan.
Hafiz adalah senior aku saat aku duduk di bangku kuliah, aku mengenalnya saat aku ikut kegiatan Rohis di kampus, dia-lah yang menjadi ketua Rohis. saat itu aku ada tugas dari dosen ku untuk membuat makalah tentang kegiatan-kegiatan anak Rohis. Dari situlah aku mengenalnya, pembawaannya yg supel, ramah dan tingkahlakunya yang sopan membuat aku menaruh hati padanya secara diam-diam. Dan belakangan baru aku tahu kalau rumahnya tidak jauh dari tempat tinggalku dan ayahnya adalah guru ngajiku
Setelah aku menyelesaikan perkuliahanku, aku di minta oleh ayahnya untuk mengabdi dimadrasan yang beliau pimpin. Aku pun langsung menerimanya karena cita-citaku dari dulu adalah ingin menjadi seorang guru, ternyata Hafiz juga mengajar dimadrasah itu. Benih-benih cinta ini semakin tumbuh subur apalagi setiap hari aku selalu bertemu dengannya. Namun setahun yang lalu dia pergi ke negeri jiran untuk melanjutkan S2, kepergiannya membuat aku merasa kehilangan. Dia pergi tanpa pesan dari saat itulah aku merasa kalau cintaku tidak akan pernah menjadi realita
Suasana kelas yang sepi seakan menjadi saksi bisu, hanya bangku dan kursi yang berderet rapi yang menjadi teman diri. Semua anak didik sudah tiada lagi, semua guru pun sudah pulang kerumah masing-masing untuk berkumpul dengan anak dan istri. Tinggal aku sendirian di dalam ruangan itu. aku merasa amat enggan untuk pulang ke rumah. Kaki ini rasanya tak kuasa untuk berdiri, jiwa ini rasanya tidak bersemangat untuk meniti hari.
Suara Adzan berkumandang begitu indah dari surau samping madrasah. Aku tersadar dari lamunanku, tak terasa sudah hampir satu jam aku duduk sendirian . Aku pun beranjak pergi meninggalkan ruangan dan bergegas ke surau guna melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu mengerjakan sholat fardhu. Surau nampak sepi tak ada jama'ah perempuan selain aku. Aku masih sempat berjama'ah meskipun hanya sebagai jama'ah masbuk.
Seusai sholat hati ini seakan-akan damai, gundah di hati mulai menghilang, perasaan yang berkecamuk di dalam hati mulai sirna.ingin rasanya aku duduk berlama-lama berdua- duaan dengan Rabbku, ingin ku adukan segala resah dan gundahku pada-Nya, meskipun tanpa aku kasih tahu pun Allah sudah tahu semuanya.hanya kepada Allah-lah tempat aku mengadu, tempat aku merintih,hanya DIA-lah tempat curhat yang terbaik. Ku angkat tanganku dan ku tengadahkan wajahku di hadapan-Nya. Dari mulutku keluar bait-baik doa yang indah.
Ya
Rabbul Izati
Ajari aku menjadi dewasa, bukan hanya dewasa dalam berpikir. Juga dewasa dalam bertindak dan bertutur kata.
Dewasa dalam menyikapi setiap masalah yang ada
Dan Dewasa dalam meniti kehidupan
Ya Illahi..
Engkau tahu kalau di hatiku masih tersimpan namanya
Hapuskan namanya dari dalam hatiku
Jangan biarkan nama dia yang bertahta di hatiku
Aku tidak mau terus-menerus menzinai hatiku ini
dengan memikirkan seseorang yang bukan siapa-siapa untukku.
Ya Allah..
Kini semuanya aku pasrahkan kepada-Mu
Karena di tangani-Mu lah semua menjadi indah
Hidup dan matiku aku serahkan hanya pada-Mu
Ajari aku menjadi dewasa, bukan hanya dewasa dalam berpikir. Juga dewasa dalam bertindak dan bertutur kata.
Dewasa dalam menyikapi setiap masalah yang ada
Dan Dewasa dalam meniti kehidupan
Ya Illahi..
Engkau tahu kalau di hatiku masih tersimpan namanya
Hapuskan namanya dari dalam hatiku
Jangan biarkan nama dia yang bertahta di hatiku
Aku tidak mau terus-menerus menzinai hatiku ini
dengan memikirkan seseorang yang bukan siapa-siapa untukku.
Ya Allah..
Kini semuanya aku pasrahkan kepada-Mu
Karena di tangani-Mu lah semua menjadi indah
Hidup dan matiku aku serahkan hanya pada-Mu
Lanjut Ke #Part3
0 komentar:
Posting Komentar