Assalamu’alaikum warrahmatullah, sahabat fillah,
akhir-akhir ini berita yang sedang jadi headline adalah tentang pengungsi Dari
Rohingya, untuk kesekian kalinya, pengungsi dari Rohingnya terdampar di
perairan Indonesia, setelah mereka ditolak oleh Angkatan Laut Thailand dan
Malaysia. Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Mereka kelaparan, mengalami
dehidrasi, juga kelelahan kerana terombang ambing di lautan.
Warga Rohingnya merupakan warga Muslim yang tinggal di
Myanmar. Mereka dianggap sebagai imigran gelap dari Bangladesh. Pemerintah
Myanmar menolak untuk memberikan mereka status kewarganegaraan walaupun mereka
sudah lama tinggal di Myanmar.
Mereka mendapatkan perlakuan yang sangat tak manusiawi
di tempat tinggalnya kerana berstatuskan muslim. Sehingga banyak dari mereka
memilih untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Namun, disayangkan,
negara-negara tetangganya lebih memilih untuk menolak kedatangan para pengungsi
Rohingnya.
Mereka semua adalah muslim, meski ras kita berbeda.
Bukankah Tuhan kita satu, Rasul kita satu, kitab kita pun satu, dan kita hidup
di bumi yang satu? Tapi, tak ada satu rasa ketika mereka meminta pertolongan
kepada negeri ini dan negeri muslim yang lain. Para penguasa muslim lebih
memilih membiarkan mereka terombang ambing di tengah lautan lepas, dalam
kondisi kelaparan, kehausan, dan sakit-sakitan. Mengapa semua ini bisa terjadi?
Semua terjadi atas nama nasionalisme. Nasionalisme
menurut Hans Kohn diartikan sebagai “keadaan pada individu yang dalam
pikirannya merasa bahwa pengabdian paling tinggi adalah untuk bangsa dan tanah
air”. Paham nasionalisme menjadikan kepentingan nasional di atas segalanya, di
atas kemanusiaan juga agama. Ia bahkan menghilangkan kepedulian kaum muslim.
Padahal, Islam mengajarkan bahwa ikatan yang tertinggi
dan sejati adalah akidah Islam. Ikatan ini mewajibkan persatuan umat dan
kepedulian terhadap umat yang menderita. Islam juga mengajarkan bahwa umat
Islam bagaikan satu tubuh, jika satu bagian terluka, maka bagian yang lain ikut
menderita.
Fenomena terdamparnya para pengungsi Rohingnya atau
negara lain pun akan kembali terjadi. Ketika akidah Islam tak dijadikan ikatan
yang mengikat kita semua. Ketika pemerintah tak menerapkan Islam sebagai aturan
kehidupan. Sebagaimana tinta emas sejarah penerapan Islam telah mencatat kisah
heroik Khalifah Al Mu’tashim billah yang membela kehormatan seorang muslimah.
Demi membela kehormatan seorang muslimah yang dilecehkan di Ammuriah, Khalifah
mengutus puluhan ribu tentara yang berbaris mulai dari gerbang ibukota di
Baghdad hingga ujungnya mencapai kota Ammuriah. Dan akhirnya Islam membebaskan
kota Ammuriah dari jajahan Romawi.
Hanya demi seorang perempuan, Khalifah mengirimkan
puluhan ribu tentara. Inilah kekuatan keimanan. Inilah kekuatan ikatan akidah.
Walaupun berbeda tempat, ia akan mendatanginya dan melindungi saudara
seimannya.
Masihkah kita kini berharap pada ikatan nasionalisme? Berharap
pada pemerintah yang tak menerapkan sistem Islam? Sudah saatnya kita berjuang
untuk menjadikan ikatan akidah Islam sebagai ikatan yang mengikat kita semua. Sudah
saatnya kita berjuang untuk menerapkan kembali Islam di muka bumi ini.
Allahu’alam bish shawab. Wassalamu’alaikum Warrahmatullah
Vian Atzu
0 komentar:
Posting Komentar