Assalamu’alaikum Warahmatullah,,
sahabat fillah kali ini saya ingin me-Repost sebuah artikel yang alur isi
artikel ini adalah sebuah cerita seorang wanita muallaf yang bisa mencerhkan
tentang kekeliruan pentyembahan yesus.
Sahabat fillah,Amira Mayorga, lahir
dari keluarga Kristen Protestan yang taat. Kakek dan neneknya seorang pastor,
sementara Amira sendiri mengajar sekolah minggu untuk anak-anak. Doktrin
Trinitas begitu melekat dalam kehidupan keseharian Amira.
Tak heran kalau Amira agak sulit
menerima informasi tentang ajaran Islam, ketika ia bertemu dengan
teman-temannya yang Muslim dan berdiskusi tentang Islam, saat ia berkesempatan
berkunjung ke Washington DC empat tahun yang lalu.
Ketika itu kata Amira, teman-teman
Muslimnya selalu berkata, “Saya tidak memaksa kamu untuk menjadi seorang
Muslim, saya hanya menjelaskan tentang Islam.” Amira sendiri tidak terlalu
menaruh perhatian pada penjelasan teman-teman Muslimnya tentang Islam, Amira
bahkan berpikir bahwa teman-teman Muslimnya-lah yang salah dan ia tetap
menganut agamanya, Kristen Protestan.
Suatu ketika, saat berkunjung ke
Guatemala, Amira bertemu dengan seseorang asal Aljazair lewat forum chatting di
internet. Keduanya kemudian menjadi sahabat baik dan banyak berdiskusi tentang
Islam, terutama tentang konsep ketuhanan dalam ajaran Kristen.
Amira mengakui, ia kehabisan argumen
untuk mendukung konsep ketuhanan dalam Kristen. Dan itu mendorongnya
menjelajahi dunia maya guna menggali banyak informasi tentang ajaran Islam.
“Saya banyak membaca tentang keindahan Islam dan mulai menyadari bahwa Yesus tidak pernah menyuruh umatnya untuk menyembah dirinya, tapi Yesus menyerukan umatnya untuk menyembah Tuhan yang Esa "Amira makin tertarik dengan Islam dan pada Ramadhan, ia mulai ikut berpuasa meski puasanya masih belum sempurna.Selanjutnya, Amira banyak mengikuti kelompok-kelompok diskusi Islam di internet, mulai dari kelompok milis Amr Diab (nama seorang penyanyi asal Mesir) sampai kelompok Allah Alone. Dari dunia maya, Amira banyak bertemu Muslim dari berbagai negara, yang menjadi tempatnya untuk bertanya segala hal tentang Islam.
Amira mulai memilih nama Muslim yang
akan digunakannya, tapi ia belum berani untuk mengucap syahadat. Alasannya,
sebagai seorang keturunan latin Amerika, ia belum bisa meninggalkan tradisi masyarakat
Latin yang tidak jauh dari pesta, minuman beralkohol dan dansa-dansi.
“Saya tidak mau masuk Islam, tapi saya masih melakukan aktivitas seperti itu. Saya berkata pada diri saya sendiri, kalau saya sudah mampu meninggalkan itu semua, saya ingin menjadi seorang Muslim,”
Amira mulai membaca al-Quran yang
dibelinya. Suatu saat ketika minum kopi bersama seorang temannya, Amira
mengatakan bahwa ia merasakan kedamaian mengikuti “filosofi” yang ada dalam
ajaran Islam dan mengungkapkan keinginannya untuk masuk Islam. Tapi teman
baiknya malah menjawab, ” You are crazy.”
Namun Amira tetap
mempelajari Islam. Hingga suatu malam ia mimpi aneh. Dalam mimpi itu, Amira dan
sahabatnya tadi berada dalam sebuah gedung yang sangat luas dan ia duduk di
lantai yang sangat tinggi. Di hadapannya ada seberkas sinar yang menembus kaca
jendela, dan Amira mengajak sahabatnya untuk keluar dan melihat sinar apakah
itu. Sahabatnya takut, namun Amira terus membujuknya.
Sahabat Amira itu
akhirnya mau keluar dan mereka menyaksikan sebuah kota yang kosong,
gedung-gedung di kota itu nampak tua dan kotor. Keduanya lalu melihat seorang
laki-laki datang dengan membawa cemeti. Amira dan temannya ketakutan dan pada
saat itu, laki-laki dalam mimpi Amira berkata,”Kamu mengatakan bahwa kamu sudah
mengetahui kebenaran, mintalah pertolongan pada Tuhan-mu dari semua ini.”
Sebelum sempat menjawab, Amira terbangun dari tidurnya dan merasa tubuhnya sangat lemah, ia bahkan merasa lumpuh dan tak bisa bergerak sedikitpun. Ia menceritakan mimpinya pada salah seorang sahabat Muslimnya. Sahabatnya itu menyarakan agar Amira segera masuk Islam. Teman Amira lainnya yang beragama Katolik menganggap Amira sedang bingung dan menyarankannya untuk meminta pertolongan “Tuhan” (Yesus) untuk menemukan kedamaian sejati.
Amira masih belum
tergerak hatinya untuk memeluk Islam dan kembali melakukan riset di internet
tentang Islam dan bertemu dengan seorang Muslimah bernama Dina Stova yang
mengirimkannya email-ermail tentang Islam. Amira masih juga mencari-cari alasan
ketika Dina menanyakan mengapa ia belum juga mengucap syahadat, hingga
sahabatnya itu mengatakan, “Islam adalah agama yang mengajarkan toleransi,
cobalah setahap demi setahap.”
Mendengar perkataan
Dina, Amira akhirnya menyatakan ingin masuk Islam dan langsung mengucapkan dua
kalimat syahadat. “Setelah mengucapkan kalimat syahadat, tiba-tiba saja saya
merasakan kedamaian itu. Kedamaian hati yang selama ini saya cari dalam hidup
saya. Rasanya sudah jelas, jawabannya adalah Islam. Sekarang dan selamanya,
saya adalah seorang Muslimah,” tukas Amira.
Namun Amira harus
menghadapi tantangan berat dari keluarganya. Saudara laki-lakinya, sempat
setahun tidak mengajaknya bicara setelah tahu ia memeluk Islam. Tapi Allah Maha
Besar, pada 16 Oktober 2007 saudara laki-lakinya itu malah ikut masuk Islam dan
mengucap dua kalimat syahadat.
Saat ini, Amira terus
melakukan pendekatan pada keluarganya, agar seluruh keluarganya juga mau masuk
Islam dan menerima pesan-pesan Islam yang disampaikannya. Sebuah perjuangan
yang tidak ringan bagi seorang mualaf seperti Amira.
Semoga bermamfaat
0 komentar:
Posting Komentar