Assalamu’alaikum, Alhamdu lillah setelah cukup lama
Rubrik Cerita Pendek Islami vakum , hari ini admin menerima kiriman sebuah
cerita dari ukhti Siti Rudziah
yang bercerita tentang seorang akhwat meminta restu ibu untuk berhijab syar’i,,
bagaimana ceritanya? Langsung sahaja dan selamat membaca...
Udah! Kalau masalah berpakaian, Ibu gak pernah akur sama
kamu!! Brakk!!! Ibu membanting pintu kamarnya setelah memperlihatkan seuntai
bening jatuh dari matanya. Astaghfirullahaladziim… Betapa teganya diriku.
Mengapa suaraku tiba-tiba ikut meninggi? Apa daya, emosi tengah menguasaiku.
Aku hanya mampu diam, menahan amarah atas ketidakpahaman Ibu tentang apa yang
kuanggap benar dan atas ketidakmampuanku menyampaikan kebenaran itu. Yah, Ibu
membelikanku sebuah kaos berwarna putih tulang, lengan panjang, dan modis.
Manis sekali, aku pun menyukainya. Tetapi, saat aku memakainya dan ia begitu
ketat di badanku, aku urung memilikinya. Sudah beberapa kali hal ini terjadi.
Sungguh aku tidak tega membayangkan perasaan Ibu kala memilih baju-baju itu
untuk anak perempuan satu-satunya.
Ibu Cuma ingin kamu seperti anak-anak lain, ber-Hijab yang rapi tapi modis. Coba lihat! Mba Maya juga rajin ngaji, cerdas, dan bacaan Qur’annya bagus. Tapi pake Hijab-nya juga modis kok!! Mba Kiki tuh! Cantik berpakaiannya, tidak seperti emak-emak!! Suatu saat Ibu membandingkanku dengan keponakannya yang lain. Oh, aku hanya bisa menahan gelora dalam hatiku. Ya Allah, kenapa harus Mba Maya? Mba Kiki? Yang Ibu ingin aku jadikan panutan? Kenapa bukan Fatimah? Aisyah? Atau Ibunda Khadijah?
Selalu itu yang aku curhatkan kepada murabbiyahku ketika kembali dari liburan
di rumah. Semenjak kuliah dan mengenal teman-teman di LDK, aku memang berubah. Hijab-ku
menjadi lebih panjang dan konsisten. Dulu, aku ber- Hijab kerana memang
terbiasa. Sekolah dasar di MI yang mewajibkan siswinya ber- Hijab dan itu
terbawa hingga aku SMA. Hanya saja, aku mengenakan Hijab saat ke sekolah.
Ketika pergi keluar, aku menanggalkannya.
“Istiqamah ya dek, wajar jika orang tua mengkhawatirkan perubahan pada anaknya. Apalagi sekarang marak terjadi fitnah bagi Hijab-er, dikira aliran sesat dan sebagainya. Hal terpenting adalah bagaimana perubahan zahir kita dibarengi dengan perilaku yang bertambah baik. Kita memang harus berkorban lebih. Lebih awal bangunnya supaya bisa bantu-bantu lebih rajin. Lebih santun lagi bicaranya, dan lebih patuh selama bukan untuk maksiat.” Pesan Mba Hanin.
“Syukran ya Mba.” Kataku sambil tersenyum. Lega rasanya jika telah mendengar taujih dari Mba Hanin, apalagi solusi beliau kongkret sekali. Aku harus menunjukkan indahnya Islam lewat perilaku ku. Bukankah dakwah yang ampuh adalah dengan teladan? Bukankah dakwah lebih utama kepada orang-orang terdekat? Kepada keluarga?
“Istiqamah ya dek, wajar jika orang tua mengkhawatirkan perubahan pada anaknya. Apalagi sekarang marak terjadi fitnah bagi Hijab-er, dikira aliran sesat dan sebagainya. Hal terpenting adalah bagaimana perubahan zahir kita dibarengi dengan perilaku yang bertambah baik. Kita memang harus berkorban lebih. Lebih awal bangunnya supaya bisa bantu-bantu lebih rajin. Lebih santun lagi bicaranya, dan lebih patuh selama bukan untuk maksiat.” Pesan Mba Hanin.
“Syukran ya Mba.” Kataku sambil tersenyum. Lega rasanya jika telah mendengar taujih dari Mba Hanin, apalagi solusi beliau kongkret sekali. Aku harus menunjukkan indahnya Islam lewat perilaku ku. Bukankah dakwah yang ampuh adalah dengan teladan? Bukankah dakwah lebih utama kepada orang-orang terdekat? Kepada keluarga?
Sekarang adalah liburan semester kelima. Besok Aku mudik lagi ke rumah. Setelah
halaqah ditutup, aku memboncengi Fitri menuju asrama mahasiswi. Fitri adalah
sahabatku semenjak semester awal kuliah. Sebelum menginjakkan kaki di
Purwokerto ini, aku pernah berdoa agar di perantauan nanti, aku diberikan teman
yang baik, sehingga aku bisa menjadi baik pula. Begitulah, kemudian Allah
mempertemukanku dengan Fitri. Ia seorang akhwat anggun nan tangguh. Ia tidak
segan menegurku jika aku salah. Aku sangat senang apabila ia menasehatiku.
Memang tidak enak sih, tapi hati kecilku selalu membenarkan nasihatnya. Maka,
tak ada alasanku menolak nasihat itu. “Oleh-olehnya ya Git!” Katanya setelah
aku pamit, “Insya Allah. Assalamu’alaikum…” Balasku sambil melaju.
<<< Lanjutkan Ke Akhirnya Ibu Merestui Aku Ber-hijab Syar’i Part 2 >>>
<<< Lanjutkan Ke Akhirnya Ibu Merestui Aku Ber-hijab Syar’i Part 2 >>>
Semoga Bermamfaat
Facebook : Vian Atzu
Twitter : @vianatzu
Google Plus : +VianAtzu
0 komentar:
Posting Komentar