• Untuk Siapa?

    Aalmau'alaikum,, sahabat judul yang sangat ingkat ini sarat akan makna, kenapa? sebelum masuk keinti saya ingin sedikit bercerita.Di suatu malam kami pernah melakukan perjalanan jauh dan melewati beberapa tempat yang menjadi sarang binatang buas. Tiba-tiba di tempat itu ditemukan seorang lelaki yang sedang tidur nyenyak, sementara kudanya dibiarkan merumput disamping kepalanya.

    Kami mencoba menggerakkan tubuhnya dan akhirnya dia terbangun.
    ” Takkah kamu takut tidur di tempat yang sangat berbahaya? Ini adalah tempat yang jadi sarang binatang buas, ” kami mencoba mengngatkannya.

    Namun lelaki itu tak menampakkan ketakutan sama sekali di wajahnya. Dia mengangkat kepalanya lalu berkata,

    ” Saya malu kepada Allah untuk takut pada selainNya.“

    Dia meletakkan kepalanya lalu tidur kembali..

    Kisah sederhana seperti di itu sudah sering kita dengar. Pun pengalaman telah banyak mengajarkan kepada kita perihal Malu dan Takut. Jika waktu kecil dulu, untuk bertemu dengan saudara sepupu yang datang dari kota, sikap grogi, kaku, tak PD di depan sang sepupu *ya… khannn?, ngaku dech”.  Umur remaja, si sahabat mengajak ngapel di rumah pacarnya, tak karuan keringat dingin keluar lantaran malu berada di rumah orang. Tua-tua jamak pun demikian, malu pada tetangga kerana tak ikut shalat berjemaah di masjid. Sementara Pak Haji dekat rumah, tak pernah absen bahkan tak pernah lewat dari adzan untuk ke masjid. Lalu Takut itu sendiri, bagaimana? 

    Rumpun serupa Malu dan Takut ini ibarat pinang dibelah dua. Lumayan sulit untuk bisa di bedakan mana yang dikatakan malu dan mana yang dikatakan takut. Tulisan kali ini, hendak menjelaskan untuk siapakah sebenarnya Malu dan Takut yang seharusnya. 

    Sebenarnya kita tak perlu malu yang berstandarkan pada aktifitas dan dimensi hidup kita sesama hamba/budak/manusia. Itu hanyalah malu semu yang hanya akan sikap munafik dan sombong dari tiap-tiap diri. Tapi rasa malu itu seharusnya hanya kepada Allah. Kerana Dialah yang Maha Melihat seluruh gerakan dan tingkah laku kita. Tak ada tindakan yang luput dari pandangan-Nya. Semakin tinggi malu kita pada Allah semakin terjaga kita dari kesalahan. Inilah malu yang sebenarnya.

    Rasulullah SAW bersabda, ''Hendaklah kamu merasa malu kepada Allah SWT dengan malu yang sebenarnya.'' Para sahabat menjawab, ''Ya Nabiyullah, alhamdulillah kami sudah merasa malu.'' Kata Nabi, ''Tak segampang itu. Yang dimaksud dengan malu kepada Allah dengan sebenarnya malu adalah kemampuan kalian memelihara kepala beserta segala isinya, memelihara perut dan apa yang terkandung di dalamnya, banyak-banyak mengingat mati dan cobaan (Allah). Siapa yang menginginkan akhirat hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Siapa yang telah mengamalkan demikian, maka demikianlah malu yang sebenarnya kepada Allah SWT.'' (HR Tirmidzi dan Abdullah bin Mas'ud).

    Demikian halnya rasa Takut. Pengalaman ketakutan yang sering kita alami lantaran emosional yang tak terkontrol adalah salah satu faktornya. Hal seperti itupun tak perlu sebab rasa takut itu akan ditepis oleh adanya intervensi yang maha Kuasa yang mengatur dimensi Alam Semesta beserta isinya. Oleh kerana itu, Rasa Takut yang demikian seharusnya kita tanamkan dalam diri. 

    Takut kepada Allah adalah takut kepada murka, siksa dan azab-Nya. Ada banyak ayat yang membicarakan tentang takut kepada Allah dan perintah Allah kepada kita untuk memilih sifat tersebut, satu diataranya ayat itu adalah firman Allah yang artinya: Orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seseorangpun selain kepada Allah. 

    Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan (QS. Al-Ahzab:39). Ini berarti takut kepada selain Allah tidaklah bisa dibenarkan. Dengan memiliki rasa takut kepada Allah, kita akan memperoleh keberuntungan yang besar, diantara dalilnya adalah firman Allah yang artinya:
    " Dan Barangsiapa yang takut kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapatkan kemenangan (QS. An-Nur:52).
    Akhirnya, wujud taqwa yang sebenarnya adalah menjaga malu dan rasa takut itu dan mengarahkan hanya kepada Allah . Allahu'alam


    Semoga Bermamfaat

    Vian Atzu

    Admin vian-atzu.blogspot.com
    Ikuti Saya Di Twitter
    Temukan saya Di GooglePlus
  • 0 komentar:

    Posting Komentar