Assalamu’aliakum Sahabat Fillah. Membentuk dan membina keluarga islami merupakan cita-cita luhur setiap muslim. Keluarga islami adalah salah satu pondasi yang harus diwujudkan karena keluarga adalah salah satu unsur pembentuk masyarakat luas. Pondasi yang kokoh dalam keimanan dan ketakwaan insyaAllah akan dapat membangun peradaban Islam yang gemilang.
Untuk membina keluarga islami adalah kita harus menerapkan 5 konsep dalam keluarga, yaitu Mendidik, Empati, Senyum, Rapi-Rajin dan Aktif. Lima metode yang harus diterapkan dalam membina keluarga Islami.
1. Mendidik
Suami memiliki kewajiban untuk mendidik istrinya dalam mengembangkan berbagai potensi kebaikan. Walaupun ada kasus di mana secara akademis istri memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi, amanah sebagai qawwam di rumah tangga menyiratkan kebutuhan kematangan ilmu dan emosional pada diri suami. Isyarat peran suami sebagai pendidik disampaikan misalnya pada ayat:
”Wahai orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...” (QS at-Tahrim: 6).
Puncak tujuan pendidikan adalah terjaminnya keselamatan keluarga di hari akhirat kelak.
Istri dapat memposisikan diri sebagai mitra dan sebagai pembelajar dalam interaksinya dengan suami. Figur Ummul Mu’miniin, terutama pada Khadijah, Aisyah, dan Ummu Salamah radiyallahu anhun ajma’iin memberikan contoh-contoh peran sebagai mitra suami dalam menempuh cita-cita mulia kehidupan. Mereka mendukung perjuangan suami, berdialog, memberikan saran-saran dan memiliki sikap ingin tahu (curiousity) dalam ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Peran saling mendidik dan khususnya isyarat active self-learning process (proses pembelajaran mandiri) bagi para istri tertuang pada ayat:
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah Mahalembut lagi Maha Melihat“. (QS al-Ahzab: 34)
2. Empati
Istilah empati sepadan dengan terlibatnya hati dan pikiran dengan masalah yang dihadapi orang lain di luar kita. Berbagai riset menunjukkan bahwa empati menjadi sumber berbagai sikap dan tingkah laku mulia. Sebaliknya lemahnya empati menyebabkan berbagai efek buruk pada sikap dan tingkah laku. Empati adalah awal sikap untuk membantu. Keberadaaan empati diasosiasikan dengan perbuatan pro-sosial, sebaliknya ketiadaan empati menampak pada perbuatan anti-sosial. Cara paling efektif menumbuhkan empati adalah dengan berinteraksi, mendengar, dan menghayati orang lain.
Suasana rumah tangga menjadi harmonis tatkala suami-istri saling berempati dengan pasangannya. Empati ini akan mengurangi sikap-sikap menyakiti pasangan. Kita tidak berbicara menyakiti dalam bentuk membentak atau bersikap keras terhadap pasangan; Ini terlalu jauh. Bahkan empati ini secara sangat lembut merupakan sensitifitas kita bersikap dan bertindak.
Tingkat empati suami-istri memang diuji pada sejauh mana memahami kondisi gelisah, kecewa, sedih pada saat beban pikiran dan jiwa melanda pasangan. Pada kondisi ini dukungan kita terhadap pasangan kita akan begitu besar manfaatnya. Sebaliknya sikap jujur dalam kehidupan dan suasana bahagia karena prestasi pasangan akan menjadi kesegaran yang indah dalam rumah tangga, ketika kita mampu menyampaikan apresiasi dengan tepat.
Lebih dari itu empati yang prima akan terwujud dalam suasana saling membantu di antara suami dan istri yang berlangsung secara alami. Artinya tanpa harus yang satu sampai memaksa pasangannya untuk menolong dirinya.
3. Senyum
Wajah Nabi Muhammad saw senantiasa dihiasi dengan senyuman. Begitulah keseharian beliau di rumah, sebagaimana dikisahkan Aisyah ra. Bahkan Nabi menyampaikan “tabassamu wajhi li akhika shadaqah“, tersenyumnya kita terhadap saudara muslim adalah sebuah shadaqah. Maka akan lebih besar pahala yang kita terima jika menghiasi wajah ini dengan senyuman untuk pasangan kita. Senyuman suami terhadap istri atau sebaliknya sarat dengan pemenuhan peran suami-istri sebagai kekasih. Senyuman itu akan membuahkan cinta.
Sungguh senyum adalah pancaran hati yang damai dan hati yang diliputi cinta dan kasih sayang. Bacalah kondisi hati kita. Tatkala ia ringkih dan kasat (keras), maka sangat sulit senyum ini terpancar. Karenanya menjaga suasana senyum di rumah tangga pada hakikatnya adalah menjaga kondisi agar hati kita senantiasa hidup dengan dzikr kepada ar Rahmaan. Dialah yang menurunkan sakinah, mawaddah wa rahmah kepada kita dalam membina rumah tangga (QS ar-Ruum: 21).
4. Rapi-Rajin
Seorang suami akan merasa senang hatinya jika mendapati rumahnya dalam keadaan rapi. Anak-anak sudah mandi dan rapi dengan pakaian tidurnya di sore hari. Begitu juga menemui sang istri dalam keadaan rapi menarik. Sebaliknya, seorang istri akan sangat senang hatinya mendapatkan suaminya tekun dan rajin dalam bekerja. Teliti memperhatikan kebutuhan rumah tangga di sela-sela perjuangannya di masyarakat. Tentu saja seorang istri akan senang melihat suaminya berpakaian rapi, apalagi jika suaminya tetap berusaha menjaga stamina tubuh agar senantiasa fit.
Hal-hal di atas selaras dengan tuntunan Islam dalam interaksi suami-istri. “Allah itu indah dan suka keindahan”, demikian isyarat Nabi. Begitu juga Nabi memerintahkan para sahabatnya agar merapikan rambutnya, bahkan beliau memberitahukan sebuah rahasia sosial, yaitu banyak menyelewengnya wanita Bani Israil, karena ketidakrapian suami mereka. Adapun diantara sifat istri shalihah yang diisyaratkan Nabi adalah yang membuat hati tertarik manakala melihatnya.
5. Aktif
Dalam kerangka dakwah, pembangunan al usrah al islaamiyyah atau keluarga Islami menempati jenjang penting dalam membangun peradaban Islami. Keluarga ini sendiri dibangun oleh seorang suami dan istri yang sama-sama berkomitmen membentuk pribadi Islami pada dirinya.
Ketika diikrarkan akad nikah, maka diikrarkan pula untuk membangun keluarga di mana suami-istri berada dalam aktifitas kebaikan buat masyarakatnya. Dalam aktifitas kebaikan inilah sebuah keluarga akan menemukan tantangan perjuangan dan nilai mulia di tengah masyarakat.
Rasa saling mencintai dan menyayangi diantara suami-istri, bukanlah hanya sebatas “kisah picisan”, yang hampa dari nilai mulia. Kadang mencengangkan, ketika bahtera rumah tangga bukannya mengarungi samudra perjuangan yang luas, tapi hanya terdampar di sungai-sungai kecil; Sibuk dengan urusan mencari harta, bertengkar dan saling menyalahkan pasangan untuk masalah-masalah sepele.
Tidak! Keluarga Islami adalah yang cinta dan sayang diantara mereka terus dipupuk untuk saling mendukung dalam perjuangan besar. Setiap hari keluarga Islami menjadi semakin cerdas, karena terus ditempa berbagai pelajaran kehidupan yang banyak dan bermutu.
Semoga bermanfaat. Wassalamu’alaikum
Akhmad Fauzi [ Tim Manajemen Pernikahan ]
0 komentar:
Posting Komentar