• Tradisi Ulang Tahun Part 1 : Menyerupai dan Mengikuti Tadisi Non Islam

    Assalamu’alaikum wrrahmatullah,, sahabat fillah, Ada hari yang dirasa spesial bagi kebanyakan orang. Hari yang mengajak untuk melempar jauh ingatan ke belakang, ketika saat ia dilahirkan ke muka bumi, atau ketika masih dalam buaian dan saat-saat masih bermain dengan ceria menikmati masa kecil. Ketika hari itu datang, manusia pun kembali mengangkat jemarinya, untuk menghitung kembali tahun-tahun yang telah dilaluinya di dunia. Ya, hari itu disebut dengan hari ulang tahun.


    Nah sekarang, pertanyaan yang hendak kita cari tahu jawabannya adalah: bagaimana sikap yang Islami menghadapi hari ulang tahun?

    Jika hari ulang tahun dihadapi dengan melakukan perayaan, baik berupa acara pesta, atau makan besar, atau syukuran, dan semacamnya maka kita bagi dalam dua kemungkinan.

    Kemungkinan pertama, perayaan tersebut dimaksudkan dalam rangka ibadah. Misalnya dimaksudkan sebagai ritualisasi rasa syukur, atau misalnya dengan acara tertentu yang di dalam ada doa-doa atau bacaan dzikir-dzikir tertentu. Atau juga dengan ritual seperti mandi kembang 7 rupa ataupun mandi dengan air biasa namun dengan keyakinan hal tersebut sebagai pembersih dosa-dosa yang telah lalu. Jika demikian maka perayaan ini masuk dalam pembicaraan masalah bid’ah. Kerana syukur, doa, dzikir, istighfar (pembersihan dosa), adalah bentuk-bentuk ibadah dan ibadah tak boleh dibuat-buat sendiri bentuk ritualnya karena merupakan hak paten Allah dan Rasul-Nya. Sehingga kemungkinan pertama ini merupakan bentuk yang dilarang dalam agama, kerana Rasul saw bersabda,
    “Orang yang melakukan ritual amal ibadah yang bukan berasal dari kami, maka amalnya tersebut tertolak” HR. Bukhari-Muslim

    Perlu diketahui juga, bahwa orang yang membuat-buat ritual ibadah baru, bukan hanya tertolak amalannya, namun ia juga mendapat dosa, kerana perbuatan tersebut dicela oleh Allah. 
    “Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ “ HR. Bukhari

    Kemungkinan kedua, perayaan ulang tahun ini dimaksudkan tak dalam rangka ibadah, melainkan hanya tradisi, kebiasaan, adat atau mungkin sekedar have fun. Bila demikian, sebelumnya perlu diketahui bahwa dalam Islam, hari yang dirayakan secara berulang disebut Ied, misalnya ‘Aidil  Fitri, ‘Aidil Adha, juga hari Jumat merupakan hari Ied dalam Islam. Dan perlu diketahui juga bahwa setiap kaum memiliki Ied masing-masing. Maka Islam pun memiliki Ied sendiri. 
    “Setiap kaum memiliki Ied, dan hari ini ('Aidil Fitri) adalah Ied kita (kaum Muslimin)” HR. Bukhari-Muslim

    Nah, jika kita mengadakan hari perayaan tahunan yang tak termasuk dalam 3 macam tersebut, maka Ied milik kaum manakah yang kita rayakan tersebut? Yang pasti bukan milik kaum muslimin.
    “Orang yang meniru suatu kaum, ia seolah adalah bagian dari kaum tersebut” HR. Abu Dawud

    Maka orang yang merayakan Ied yang selain Ied milik kaum Muslimin seolah ia bukan bagian dari kaum Muslimin. Namun hadits ini tentunya bukan berarti orang yang berbuat demikian pasti keluar dari statusnya sebagai Muslim, namun minimal mengurangi kadar keislaman pada dirinya. Kerana seorang Muslim yang sejati, tentu ia akan menjauhi hal tersebut.

    Jika ada yang berkata “Ada masalah apa dengan perayaan kaum musyrikin? Toh tak berbahaya jika kita mengikutinya”. Jawabnya, seorang muslim yang yakin bahwa hanya Allah lah sesembahan yang berhak disembah, sepatutnya ia membenci setiap penyembahan kepada selain Allah dan penganutnya.

    Panjang umur bagi seseorang tak selalu berbuah baik, kecuali kalau dihabiskan dalam menggapai keridhaan Allah dan ketaatan-Nya. Sebaik-baik orang adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya. Sementara orang yang paling buruk adalah manusia yang panjang umurnya dan buruk amalannya.

    Kerana itulah, sebagian ulama tak menyukai do’a agar dikaruniakan umur panjang secara mutlak. Mereka kurang setuju dengan ungkapan : “Semoga Allah memanjangkan umurmu” kecuali dengan keterangan “Dalam ketaatanNya” atau “Dalam kebaikan” atau kalimat yang serupa.

    Jika demikian, sikap yang Islami dalam menghadapi hari ulang tahun adalah: tak mengadakan perayaan khusus, biasa-biasa saja dan berwibawa dalam menghindari perayaan semacam itu. Mensyukuri nikmat Allah berupa kesehatan, kehidupan, usia yang panjang, sepatutnya dilakukan setiap saat bukan setiap tahun. Dan tak perlu dilakukan dengan ritual atau acara khusus, Allah Maha Mengetahui yang nampak dan yang tersembunyi di dalam dada. Demikian juga refleksi diri, mengoreksi apa yang kurang dan apa yang perlu ditingkatkan dari diri kita selayaknya menjadi renungan harian setiap muslim, bukan renungan tahunan.


    Semoga Bermamfaat

    Vian Atzu

    vian-atzu.blogspot.co.id


  • 0 komentar:

    Posting Komentar