• Paku Merubah Perilaku Seorang Anak Menjadi Baik

    Assalamu’alaikum Warrahmatullah, sahabat fillah Rubrik Cerita Islami kembali kedatangan e-mail yang masuk berisikan sebuah cerita yang sangat mng-inspirasi tentunya sarat akan makna untuk kita ambil pelajaran dalam  cerita ini, dan cerita ini dikirim oleh Akhi Taufan Maulana.

    Di masa lalu ada seoarang anak Muslim yang memiliki seorang anak lelaki bernama Mahmud. Anak lelakinya itu tumbuh menjadi seorang yang lalai menunaikan kewajiban-kewajibannya. Meskipun telah banyak ajakan, nasihat, dan perintah bapaknya agar Mahmud mengerjakan shalat, puasa, dan amal saleh lainya, Mahmud tetap meninggalkanya. Malah, ia suka bermaksiat. Mahmud suka berjudi, mabuk dan berbagai kemaksiatan lainya.

    Suatu hari, bapaknya itu memanggil Mahmud, dan berkata, "Anakku, engkau ini suka lalai beribadah dan malah suka berbuat maksiat. Mulai hari ini, aku akan menancapkan paku pada tiang di halaman rumah kita.

    Setiap kali, engkau berbuat maksiat maka aku akan menancapkan satu paku ke tiang itu. Akan tetapi, setiap kali engkau berbuat satu kebajikan maka aku akan mencabut sebatang paku dari tiang ini.

    Sesuai dengan janjinya, setiap hari bapaknya menancapkan beberapa batng paku pada tiang itu, saat ia mengetahui Mahmud kembali bermaksiat. Kadang-kadang, dalam satu hari, ia sampai menancapkan puluhan paku di tiang itu. Ia jarang sekali mencabut paku itu keluar dari tiang karena Mahmud nyaris tidak pernah beramal saleh.

    Hari demi hari berganti, minggu demi minggu berlalu, bulan pun berganti bulan, tidak terasa tahun demi tahun pun terus beredar. Tiang yang berdiri di halaman rumah Mahmud nyaris dipenuhi paku dari bawah hingga ke atas. Hampir setiap permukaan tiang itu di penuhi paku. Ada paku-paku yang sudah berkarat karena hujan dan panas.

    Setelah melihat tiang di halaman rumahnya penuh dengan paku yang membelalakan mata, timbullah rasa malu pada diri Mahmud. Ia pun berniat untuk bertobat dan memperbaiki dirinya. Mulai saat itu juga, Mahmud mulai mengerjakan shalat. Hari itu saja, lima butir paku telah di cabut bapaknya dari tiang itu. Besoknya, Mahmud shalat lagi di tambah dengan shalat sunnah sehingga paku-paku di tiang halaman rumahnya itu semakin banyak yang di cabut bapaknya.

    Hari berikutnya Mahmud meninggalkan sisa-sisa maksiat yang melekat sehingga semakin banyaklah paku-paku yang di cabut bapaknya. Hari demi hari, semakin banyak kebaikan yang Mahmud lakukan, dan semakin banyak maksiat yang ditinggalkanya, hingga akhirnya hanya tinggal sebatang paku yang tinggal melekat di tiang itu.

    Kemudian bapaknya memanggil Mahmud dan berkata, "Lihatlah anakku, ini paku terakhir dan akan aku cabut keluar sekarang. Tidakkah engkau gembira?" Mahmud terdiam sambil memandang tiang itu. Ia bukanya gembira seperti dugaan bapaknya, Mahmud malah menangis terisak-isak. "Kenapa anakku?" tanya bapaknya, "aku menyangka, engkau tentu akan gembira karena semua paku itu telah aku cabuti."

    Dalam tangisnya, Mahmud berkata, "Wahai bapakku, sungguh benar kata-katamu, paku-paku itu telah tiada, tetapi aku bersedih karena parut-parut lubang dari paku itu tetap membekas di tiang, bersama dengan karatnya. Begitu dengan kemaksiatan yang telah aku lakukan. Bekas dan karatnya pun masih ada. Bantulah aku untuk menjadi lebih baik.

    Bapaknya pun langsung mengiyakannya. Ia memeluk Mahmud dengan perasaan haru dan bahagia, melihat Mahmud telah sadar sepenuhnya.

    Cerita ini adalah karya Akhi Taufan Maulana yang disend via e-mail admin : vianatzu@gmail.com

    Semoga Bermamfaat

    Vian Atzu
    vian-atzu.blogspot.com


  • 0 komentar:

    Posting Komentar